Tidak banyak artikel yang membahas semua resiko dalam investasi saham. Artikel ini menjelaskan risiko-risiko yang bisa dialami oleh para investor/trader. Seperti capital loss, susah jual, suspensi saham, sampai delisting paksa oleh otoritas bursa.
Kalau kita mengikuti seminar saham, biasanya selalu diceritakan berbagai kisah inspiratif yang membuat kita jadi tertarik untuk ikut berinvestasi saham. Belum lagi jika diceritakan situasi hipotetis seperti ini:
- “Jika saja 7 tahun yang lalu Anda membeli saham A dengan modal 50 juta saja, Maka saat ini Anda sudah menjadi miliuner!”
Cerita “jika saja” atau “andaikan saja” memang mudah diceritakan. Kesannya, melakukan transaksi di saham itu mudah dan bikin cepat kaya. Padahal, pada kenyataannya, berinvestasi saham tidak semudah itu. Ada banyak sekali risiko dalam berinvestasi saham yang tidak diketahui banyak orang. Namun jarang sekali ada informasi yang komprehensif mengenai risiko-risiko apa saja yang perlu dicermati dalam berinvestasi saham, khususnya bagi para pemula.
Pada artikel ini, aku akan mengupas secara komprehensif, apa saja risiko yang mungkin kita dapatkan ketika kita melakukan trading/investasi saham.
Artikel ini bukan bertujuan untuk discouraging, fear-mongering, atau menakuti-nakuti para pembaca agar tidak berinvestasi saham. Melainkan bertujuan untuk mengedukasi, agar para investor dan trader pemula bisa lebih cermat dalam melakukan mitigasi risiko.
Risiko 1: Capital Loss
Risiko pertama adalah capital loss, atau istilah gampangnya jual rugi. Kita beli saham tertentu di harga yang tinggi dan jual di harga yang lebih rendah dari harga beli. Banyak orang yang menganggap main saham tuh gampang, tinggal beli di harga murah dan jual di harga tinggi.
Kedengarannya memang gampang, tapi kenyataannya tidak semudah itu. Memprediksi kondisi pasar tidak semudah yang dibayangkan, butuh kemampuan dan pengalaman untuk bisa membuat keputusan yang baik. Kondisi pasar ini sendiri dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari faktor teknikal, terbitnya laporan keuangan, keputusan dividen, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kondisi politik dalam negeri, hingga situasi geopolitik dunia internasional.
Bagi para trader/investor saham, capital loss adalah risiko yang PASTI DIALAMI cepat atau lambat. Pada dasarnya, capital loss ini wajar selama kerugiannya terukur dan kamu tidak kehilangan sebagian besar modal pokok kamu. Para trader dan investor yang udah jago dan berpengalaman sekalipun sebetulnya masih mengalami kerugian. Bedanya, mereka yang sudah berpengalaman itu tahu cara untuk membatasi kerugiannya.
Bagi para pemula, saranku jangan gegabah menggunakan modal besar. Pakai modal kecil dulu, jadi kalaupun kamu rugi, anggap saja itu uang sekolah. Kalau kamu sudah bisa konsisten dan disiplin, baru kamu tambahkan modal sedikit demi sedikit secara bertahap.
Risiko 2: Susah Jual
Jadi gini, transaksi di saham itu terjadi ketika ada penjual dan pembeli yang menawar di harga yang sama. Nah, masalahnya, kalau penjualnya banyak sementara tidak ada pembelinya, gimana? Ya sahamnya tidak bisa dijual.
Kasus ini sering terjadi, khususnya di saham-saham yang tidak liquid dan seringkali harganya berada di batas bawah harga saham, 50 Rupiah. Atau biasa disebut dengan istilah “saham gocap”.
Contohnya bisa kita lihat di saham BKSL. Sejak 27 Februari 2020, saham ini tidak bergerak sama sekali, harganya tetap di Rp50. Orang yang antri mau menjual saham ini banyak, tapi tidak ada pembelinya. Singkatnya, bisa masuk tapi tidak bisa keluar. Uang kita jadinya tersandera bersama saham itu, karena tidak ada pihak yang mau membelinya.
Contoh lain saham-saham seperti ini adalah POOL, POLA, YELO, MINA, KIAS, dan lain-lain
Risiko 3: Suspensi Saham
Risiko ketiga adalah suspensi saham. Singkatnya, suspensi saham itu adalah penghentian perdagangan saham sementara oleh pihak bursa. Durasi suspensi saham ini bermacam-macam, mulai dari 1 hari hingga bertahun-tahun.
Kenapa sih bisa ada saham yang disuspensi bursa? Penyebab suspensi saham ini bermacam-macam, di antaranya :
Dari sudut pandang pemilik saham, kondisi yang dialami saat saham disuspensi ini agak mirip dengan kondisi di poin sebelumnya. Sama-sama “barangnya” nggak bisa dijual. Hanya saja, penyebabnya berbeda, yang satu karena tidak ada pembeli, satu lagi karena perdagangannya dihentikan oleh pihak bursa.
Jika kita memiliki saham-saham yang disuspensi oleh bursa, kita cuma bisa pasrah saja menunggu kapan suspensinya dibuka. Jika kesalahannya tidak berat, suspensi ini akan akan segera dicabut. Namun jika pelanggarannya berat dan pihak emiten yang bersangkutan tidak kooperatif dalam menyelesaikan permasalahannya, suspensinya akan terus diperpanjang oleh pihak bursa.
Salah satu contoh saham yang disuspensi adalah saham ELTY. Saham ini disuspensi sejak 1 juli 2019 dan suspensinya baru dibuka tanggal 4 desember 2019. Masalahnya, setelah suspensinya dibukapun, saham ELTY mengalami kondisi susah jual, seperti yang sudah aku sebut di poin sebelumnya. Ada banyak pemilik saham yang ingin menjual sahamnya, tapi tidak ada satupun orang yang mau membeli.
Contoh lain saham-saham seperti ini adalah HOME, TRAM, POSA, AISA, dan lain-lain
Risiko 4: Delisting
Risiko keempat adalah delisting. Ini adalah resiko yang paling berat dibanding ketiga resiko yang sudah disebutkan sebelumnya. Singkatnya, delisting adalah penghapusan saham dari bursa efek indonesia. Artinya, saham perusahaan tersebut betul-betul dihapus total dan tidak bisa diperdagangkan lagi di bursa saham.
Delisting sendiri ada dua jenis, delisting sukarela dan delisting paksa. Contoh delisting sukarela adalah saham AQUA. Perusahaan tersebut memang ingin menghapuskan pencatatannya di bursa dan akhirnya membeli kembali saham yang dimiliki oleh investor publik/masyarakat. Untuk kasus delisting sukarela bisa dibilang resikonya kecil karena saham yang dimiliki publik akan dibeli kembali oleh pihak perusahaan. Sementara yang beresiko tinggi adalah ketika perusahaan di-delisting paksa oleh otoritas bursa.
Saham-saham yang di-delisting paksa ini biasanya mengalami masalah yang berat. Misalnya, izin usahanya dicabut, dinyatakan pailit, terlibat praktik pencucian uang, terkait skandal keuangan atau korupsi, mengabaikan teguran dari bursa, dan lain-lain.
Proses delisting paksa ini biasanya tidak langsung terjadi begitu saja. Biasanya, bursa memberi teguran berupa suspensi saham dulu sebelum akhirnya di-delisting paksa.
Kita ambil contoh saham TMPI yang belum lama ini didelisting paksa oleh pihak bursa. Saham TMPI ini sendiri sudah berkali-kali disuspensi oleh pihak bursa sejak tahun 2017. Pada tanggal 3 juli 2017 lalu, saham ini disuspensi karena terlambat menyampaikan laporan keuangan dan tidak membayar denda atas keterlambatan tersebut. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan tersebut terus diulang hingga tahun 2019.
Karena tidak kooperatif, suspensi saham TMPI terus diperpanjang, sampai akhirnya resmi di-delisting dari bursa pada tanggal 11 november 2019 dengan alasan perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum, juga tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
3 hari sebelum delisting, perdagangan saham TMPI ini dibuka di pasar nego. Tapi coba kamu bayangin deh, kalaupun perdagangannya dibuka, siapa sih yang mau beli saham yang sudah akan di-delisting ini?
Setelah di-delisting, pemilik saham TMPI berbondong-bondong mencari keadilan. Mereka mencari kejelasan tentang nasib uang mereka. Risiko terburuknya, uang mereka hilang gitu aja, tak berbekas. Maka dari itulah, delisting paksa adalah risiko yang paling berat dalam investasi saham. Karena bukan saja modal kita tergerus karena kerugian, tapi bisa betul-betul hilang tanpa bekas.
**** Oke demikianlah informasi yang mau aku bagikan. Semoga artikel ini bisa bermanfaat, menambah pengetahuan, dan menjadi pembelajaran untuk kita semua. Dengan informasi ini, semoga para investor maupun trader saham bisa lebih cermat melihat risiko, sehingga bisa melakukan transaksi yang sehat dan juga memiliki mitigasi risiko yang baik. Sampai jumpa di artikel yang lain!